Rabu, 29 April 2015

METODE ILMIAH (tugas2)

METODE ILMIAH

1.   Pengertian Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Adapun pengertian dan definisi metode menurut para ahli antara lain :
Ø  Rothwell & Kazanas
Metode adalah cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi.
Ø  Macquarie
Metode adalah suatu cara melakukan sesuatu, terutama yang berkenaan dengan rencana tertentu.
Ø  Almadk (1939)
Metode adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran.
Ø  Hebert Bisno (1969)
Metode adalah teknik-teknik yg digeneralisasikan dgn baik agar dapat diterima atau digunakan secara sama dalam satu disiplin, praktek, atau bidang disiplin dan praktek.
Ø  Rosdy Ruslan (2003)\
Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.
Kesimpulan yang dapat diambil mengenai definisi metode adalah suatu cara, pendekatan, atau proses dengan menerapkan prinsip-prinsip kelogisan yang digunakan dalam suatu penelitian guna memahami suatu objek penelitian dan mencapai suatu tujuan serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

2.   Pengertian Metode Ilmiah
Dermawan Wibisono, (2003: 5), mengungkapkan “Secara lebih luas, metode ilmiah dalam riset bisnis didefinisikan sebagai teknik dan metode yang membantu peneliti untuk mengetahui dan memahami fenomena bisnis. Metode ilmiah membutuhkan analisis sistematik dan interpretasi logis dari bujkti-bukti empiris (kenyataan dari pengamatan atau eksperimen) untuk mengkonfirmasikan atau membuktikan konsepsi awal”.
Menurut Asep Hermawan, (2009 : 5), “Metode ilmiah merupakan penggabungan antara rasionalisme dan empirisme. Metode ilmiah merupakan suatu cara berpikir dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu atau pengetahuan ilmiah (science). Dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan metode ilmiah. Metode ilmiah dapat pula diartikan sebagai cara-cara atau prosedur yang digunakan untuk menganalisis fakta-fakta empirik dalam menguji pernyataan-pernyataan teoritik”.
Sedangkan John W. Santrock, (2003 : 41), memberikan definisi yaitu, “Metode ilmiah (scientific method) adalah suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk menemukan informasi yang tepat tentang tingkah laku dan perkembangan, dan mencakup langkah-langkah sebagai berikut: identifikasi dan analisis masalah, pengumpulan data, menarik kesimpulan dan merevisi teori”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode ilmiah adalah suatu pendekatan berupa cara-cara dan prosedur-prosedur yang teratur dan sistematis digunakan oleh peneliti dalam menganalisis fakta-fakta dengan langkah-langkah identifikasi dan analisis masalah, pengumpulan data, menarik kesimpulan dan merevisi teori untuk menguji atau membuktikan konsep (pernyataan) awal.

3.    Klasifikasi Penelitian Menurut Metode
A.   Penelitian Survey\
Ialah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Penelitian survey pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam.
B.   Penelitian Ex Post Facto
            Adalah suatu penelitian untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.
C.   Penelitian Sejarah (Historical Research)
            Adalah penelitian yang berkenaan dengan analisis yang logis terhadap kejadian-kejadian yang berlangsung di masa lalu.

4.    Karakteristik Metode Ilmiah
Umumnya terdapat empat karakteristik penelitian ilmiah, yaitu:
1.    Sistematik
            Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.
2.    Logis
            Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bias dengan prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus), atau prosedur deduktif yaitu cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum.
3.    Empirik
            Artinya suatu penelitian yang didasarkan pada pengalaman sehari-hari, yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian. Landasan empirik ada tiga yaitu :
a.    Hal-hal empirik selalu memiliki persamaan dan perbedaan (ada penggolongan atau perbandingan satu sama lain).
b.    Hal-hal empirik selalu berubah-ubah sesuai dengan waktu.
c.    Hal-hal empirik tidak bisa secara kebetulan,melainkan ada penyebabnya.
4.    Replikatif
            Artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus di uji kembali oleh peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variable menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

5.    Langkah – Langkah Metode Ilmiah
          Menurut Abdurrahmat Fathoni (2006 : 71) langkah metode ilmiah ada lima, yang meliputi:
1.    Penetapan masalah
2.    Penyusunan kerangka berpikir dan premis-premis
3.    Perumusan hipotesis
4.    Pengujian hipotesis
5.    Penarikan hipotesis
            Sedangkan menurut Soetriono dan Rita Hanafi (2007 : 157) ada enam langkah-langkah sistematis keilmuan, yaitu :
1.    Mencari, merumuskan dan mengidentifikasi masalah
2.    Menyusun kerangka berfikir
3.    Merumuskan hipotesis secara empirik
4.    Melakukan perubahan
5.    Menguji hipotesis secara empirik
6.    Menarik kesimpulan
     Namun Sumadi Suryabrata, (1983 : 66), mengemukakan langkah-langkah dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1.    Identifikasi, pemilihan dan perumusan masalah
2.    Penelaahan kepustakaan
3.    Penyusunan hipotesis
4.    Identifikasi, klasifikasi dan pemberian definisi operasional variabel-variabel
5.    Pemilihan atau pengembangan alat pengambil data
6.    Penyususnan rancangan penelitian
7.    Penentuan sampel
8.    Pengumpulan data
9.    Peneglolaan dan analisis data
10. Interpretasi hasil data
11. Penyususnan laporan

6.    Kegunaan Metode Ilmiah
     Dengan adanya sikap dan metode ilmiah akan menghasilkan penemuan-penemuan yang berkualitas tinggi dan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan manusia. Beberapa kegunaan metode ilmiah dalam kehidupan manusia antara lain:
1.    Membantu memecahkan permasalahan dengan penalaran dan pembuktian yang memuaskan.
2.    Menguji hasil penelitian orang lain sehingga diperoleh kebenaran yang objektif.
3.    Memecahkan atau menemukan jawaban rahasia alam yang sebelumnya masih teka teki.

Dafar Pustaka

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: Rineka Cipta.

Hermawan, Asep. 2009. Penelitian Bisnis Paradigma Kuantitatif. Jakarta : Grasindo.

Santrock, John W. 2003. Adolescence 6th Edition. Jakarta : Erlangga.

Soetriono, Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi PenelitianYogyakarta : Andi Offset.

Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi PenelitianYogyakarta : Rajawali

Wibisono, Dermawan. 2003. Riset Bisnis: Panduan bagi Praktisi dan Akademisi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.


Jumat, 03 April 2015

Berpikir secara Deduktif


PENALARAN DEDUKTIF, SILOGISME, ENTIMEN

Dalam berbahasa sehari-hari ataupun secara formal, dalam bentuk tulisan maupun lisan, pernalaran yang tepat perlu digunakan. Khususnya dalam penulisan, kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya supaya bisa menarik kesimpulan yang tepat. Cara menarik kesimpulan dari pernalaran dibagi menjadi dua, yaitu pernalaran deduktif dan pernalaran induktif. Namun pada kesempatan ini saya hanya akan mengulas mengenai pernalaran deduktif dan bentuk-bentuknya (silogisme dan entimen).

PERNALARAN DEDUKTIF

Pernalaran deduktif merupakan metode untuk menarik kesimpulan dengan menhubungkan data-data yang bersifat umum, kemudian dijadikan suatu simpulan atau fakta yang khusus.

Contoh:
Premis 1 = Semua makhluk adalah ciptaan Tuhan. (U)
Premis 2 = Manusia adalah makhluk hidup. (U)
Simpulan = Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. (K)

Dapat dilihat dari contoh diatas bahwa pernalaran ini dimulai dengan suatu premis (pernyataan dasar)  untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan tersebut.
Jadi sebenarnya proses deduksi ini tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.

BENTUK PERNALARAN DEDUKTIF

Menurut bentuknya, pernalaran deduktif dibagi menjadi dua yaitu:
  • Silogisme, dan
  • Entimen.
  Silogisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar.

Contoh pola silogisme yang standar:
  •     Premis mayor = Semua manusia akan mati.
  •       Premis minor = Si A adalah manusia.
  •       Simpulan = Si A akan mati.

Secara singkat silogisme dapat dituliskan: 
Jika A=B dan B=C maka A=C 

Silogisme terdiri dari: 
  • Silogisme Kategorial 
  • Silogisme Hipotesis
  • Silogisme Disjungtif

Sebelum mengulas satu per satu bentuk, perlu diketahui beberapa istilah berikut:

Proposisi : kalimat logika yang merupakan pernyataan tentang hubungan antara dua atau beberapa hal yang dapat dinilai benar atau salah. 
Term : adalah suatu kata atau kelompok kata yang menempati fungsi subjek (S) atau predikat (P). 
Term minor : adalah subjek pada simpulan.
Term menengah : menghubungkan term mayor dengan term minor dan tidak boleh terdapat pada simpulan.

Silogisme Kategorial

Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).

Adapun menurut KBBI simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa berdasarkan syarat.

Contoh: 
Premis mayor = Semua makhluk hidup membutuhkan oksigen.
                                  (Middle term)       (Predikat)
Premis minor = Manusia adalah makhluk hidup.
                     (Subjek)             (Middle term)
Simpulan = Manusia membutuhkan oksigen.
                  (Subjek)  (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan proposisi: 
  1. Apabila salah satu premis partikular, maka kesimpulannya harus partikular juga. Contoh: Semua yang halal dimakan menyehatkan. Sebagian makanan tidak menyehatkan. dan Sebagian makanan tidak halal dimakan.Jadi, bentuk silogisme ini menarik simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
  2. Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga.Contoh:Semua korupsi tidak disenangi. Sebagian pejabat melakukan korupsi.dan Sebagian pejabat tidak disenangi.
  3. Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan.Contoh:Beberapa orang kaya kikir.Beberapa pedagang adalah kaya.dan Beberapa pedagang adalah kikir.
  4. Dua premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil kesimpulan karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif.Contoh:Kerbau bukan bunga mawar. Kucing bukan bunga mawar (Tidak ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan term:

1. Setidaknya satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
    Contoh:
    Semua ikan berdarah dingin.

Binatang ini berdarah dingin.
Binatang ini adalah ikan.

2. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Kambing bukan binatang.
3. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Januari bersinar di langit.
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil kesimpulan.

Silogisme Hipotesis

Silogisme hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik.

Adapun menurut KBBI silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg kebenarannya berdasarkan syarat tertentu.

Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1.  Premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3.  Premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.

4. Premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Silogisme Disjungtif

Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor.

Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yg benar.

Silogisme ini terdiri dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas.

Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.

Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.

Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.

Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.

2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.

Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.

Atau:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme disjungtif dalam arti luas.
a.  Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
b. Bila premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).

Entimen

Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
-          Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan
-          Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.

Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.

Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.


sumber: Nafsiologi: refleksi analisis tentang diri dan tingkah laku manusia,penerbit: Risalah Gusti, 1995